02Mar12
Eko Pratomo Suyatno, siapa yang tidak kenal lelaki
bersahaja ini? Namanya sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi
dan keuangan. Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri reksadana di
Indonesia dan juga seorang pemimpin dari sebuah perusahaan investasi reksadana
besar di negeri ini.
Usianya sudah tidak terbilang muda lagi, 60 tahun.
Orang bilang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, tapi Pak Suyatno masih
bersemangat merawat istrinya yang sedang sakit. Mereka menikah sudah lebih 32
tahun. Dikaruniai 4 orang anak.
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji
Dari sinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya
melahirkan anak yang ke empat, tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa
digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh
tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnya-pun sudah tidak
bisa digerakkan lagi.
Setiap hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno
sendirian memandikan, membersih-kan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya
ke tempat tidur. Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa
kesepian. Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum.
Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari kediamannya,
sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.
Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti
pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil
men-cerita-kan apa saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa
menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno sudah cukup
menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda istrinya setiap
berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun.
Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah
hati mereka. Sekarang anak- anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang
masih kuliah.
Pada suatu hari, saat seluruh anaknya berkumpul di
rumah menjenguk ibunya– karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal
bersama keluarga masing-masing– Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat
ibu mereka karena yang dia inginkan hanya satu ‘agar semua anaknya dapat
berhasil’.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung
berkata : “Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat
bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan
bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu.” Sambil air mata si sulung
ber-linang.
“Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak
menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa
tua bapak, dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak tega melihat bapak,
kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian“. Si Sulung
melanjutkan per-mohonan-nya.
“Anak-anakku, jikalau perkawinan dan hidup di dunia
ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan
adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan
kalian, kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta
yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah
dia menginginkan keadaanya seperti ini?. Kalian menginginkan bapak bahagia,
apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya seperti
sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat
oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit.” Pak Suyatno
menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya.
Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno,
mereka-pun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno,
dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah
satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan mereka-pun mengajukan
pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat
Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa, disaat itulah meledak tangisnya dengan
tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuan-pun tidak sanggup menahan
haru.
Disitulah Pak Suyatno bercerita : “Jika manusia di
dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau
memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. Saya memilih
istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan
sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata,
dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu. Sekarang saat dia sakit karena
berkorban untuk cinta kami bersama dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah
saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum
tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit.” Sambil
me-nangis.
Sehatpun Belum Tentu Saya Mencari Penggantinya Apalagi
Dia Sakit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar