favorite issue

Sabtu, 23 Februari 2013

SUICHIRO HONDA



Pernahkah anda memikirkan, perjuangan seorang Soichiro Honda
(pendiri perusahaan Honda)
dibalik keberhasilannya dalam merintis perusahaan Hondahingga sekarang, dikenal oleh dunia sebagai “raja jalanan”??
Soichiro Honda, saat merintis perusahaannya, hidupnya selalu diliputi dengan kegagalan. Bahkan dia bukanlah seorang yang ahli, dan dulu dia bukanlah siswa yang cerdas. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.
 “Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya disekitar mesin, motor dan sepeda,” tutur tokoh ini, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Saat merintis bisnisnya Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun ia trus bermimpi dan bermimpi…
Kecintaannya kepada mesin, mungkin ‘warisan’ dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya.
Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906, ini dapat berdiam diri berjam-jam. Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan pesawat terbang.
Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya rendah diri.
Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang sampai subuh.
Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luarbiasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia.
Di usia 30, Honda menandatangani patennya yang pertama.
Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar.
Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel.
Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah – pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.
“Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya,” ujar Honda, yang gandrung balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya
kuliah bukan mencari ijasah. Melainkan pengetahuan.
 Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Lagi-lagi musibah datang.
Setelah perang meletus, pabriknya terbakar dua kali.
Namun, Honda tidak patah semangat. Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Pinstonnya ke Toyota.
Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947,setelah perang Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapatmenjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, “sepeda motor” – cikal bakal lahirnya mobil Honda – itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok.
 Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi “raja” jalanan dunia, termasuk Indonesia.
Soichiro Honda mengatakan, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya.
“Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya”, tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, yaitu :
mulailah bermimpi .   mimpikanlah mimpi baru dan berusahalah untuk merubah mimpi itu menjadi kenyataan.
Kisah Honda ini, adalah contoh bahwa Suskes itu bisa diraih seseorangdengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin. Jadi buat apa kita putus asa bersusah hati merenungi nasib dan kegagalan. Tetaplah tegar dan teruslah berusaha, lihatlah Honda sang “Raja” jalanan .

Jumat, 22 Februari 2013

MENJADI PRIBADI YANG DOANYA MUDAH DIJAWAB


Mario Teguh
Proyek Pribadi Hari Ini:
MENJADI PRIBADI YANG DOANYA MUDAH DIJAWAB

Di pagi yang damai ini, bisikkanlah …

Tuhanku Yang Maha Penyayang,

Engkaulah pemilik semua harta, pemilik semua kekuasaan, dan pemilik semua kenikmatan. Sehingga sebetulnya, semua yang kubutuhkan ada di dalam kepemilikanMu.

Dan Engkau Maha Pemurah, dan menyantuni kami semua dengan hak untuk hidup dengan baik, bahkan kepada mereka yang belum sepenuhnya mengerti dan menerimaMu. Sehingga pasti Engkau memberi dengan lebih mudah dan tak berbatas kepada jiwa-jiwa yang Kau cintai.

Maka sesungguhnya, yang kubutuhkan adalah KEDEKATAN denganMu, Tuhanku Yang Maha Kaya. Karena yang jauh saja - Kau cintai, apalagi yang dekat, yang patuh, dan yang manja kepadaMu.

Dan ini yang menjadi proyek perbaikan diriku hari ini dan seterusnya, yaitu menjadi jiwa yang lebih dekat kepadaMu, yang lebih patuh kepadaMu, dan yang lebih manja kepadaMu.

Semoga dengannya Engkau memudahkan jawaban bagi doa dan kerinduan-kerinduan hatiku.

Aamiin
Like ·  · Share ·
23,7014,975617 · 11 hours ago ·

Mario Teguh
Tujuan hidup kita bukanlah untuk menjadi berbahagia.

Tujuan hidup kita adalah untuk menjadi SEBAB bagi kebahagiaan, bagi diri sendiri dan bagi sebanyak mungkin orang lain.

Dan yang ini sangat penting,

Sahabat-sahabat saya yang hatinya ranum bagi pemuliaan,

Marilah kita hidup untuk membahagiakan sebanyak mungkin orang lain, agar kita dijauhkan dari kecenderungan untuk berlemah diri dalam kesedihan.

Perhatikanlah,

Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri, lebih mudah merasa sedih dan tidak berguna.

Maka,

Marilah kita melibatkan diri dalam kesibukan kemanusiaan untuk

mengeluarkan saudara kita yang terkungkung dalam kelemahan,

membebaskan mereka yang terjepit dalam penderitaan,

dan menegakkan mereka yang terbongkokkan oleh kemiskinan.

Tetaplah menjadi jiwa baik yang dicintai Tuhan.

Stay super,

Mario Teguh – Loving you all as always
Like ·  · Share ·
26,5542,671733 · 3 hours ago

Rabu, 20 Februari 2013

Elang Gumilang – mahasiswa beromzet milyaran



Profil elang muncul di majalah Pengusaha yang berjudul “Kepak Elang Memburu Intan”. Statusnya yang masih mahasiswa berusia 22 tahun, dan sudah memiliki perusahaan beromzet miliaran rupiah.
*ElangGumilang, Mahasiswa Bangun Perumahan untuk Orang Miskin Demi Keseimbangan Hidup*
Selama ini banyak developer yang membangun perumahan namun hanya bisa  dijangkau oleh kalangan menengah ke atas saja. Jarang sekali developer yang membangun perumahan yang memang dikhususkan bagi orang-orang kecil. Elang Gumilang (22), seorang mahasiswa yang memiliki jiwa wirausaha tinggi ternyata memiliki kepedulian tinggi terhadap kaum kecil yang tidak memiliki rumah. Meski bermodal pas-pasan, ia berani membangun perumahan khusus untuk orang miskin. Apa yang mendasarinya?
Jumat sore (28/12), suasana Institut Pertanian bogor (IPB), terlihat lengang. Tidak ada geliat aktivitas proses belajar mengajar. Maklum hari itu, hari tenang mahasiswa untuk ujian akhir semester (UAS). Saat Realita melangkahkah kaki ke gedung Rektorat, terlihat sosok pemuda berperawakan kecil dari kejauhan langsung menyambut kedatangan Realita. Dialah Elang Gumilang (22), seorang wirausaha muda yang peduli dengan kaum miskin. Sambil duduk di samping gedung Rektorat, pemuda yang kerap disapa Elang ini, langsung mengajak Realita ke perumahannya yang tak jauh dari kampus IPB. Untuk sampai ke perumahan tersebut hanya membutuhkan waktu 15 menit dengan menggunakan kendaraan roda empat. Kami berhenti saat melewati deretan rumah bercat kuning tipe 22/60. Rupanya bangunan yang berdiri di atas lahan 60 meter persegi itu adalah perumahan yang didirikannya yang diperuntukan khusus bagi orang-orang miskin. Setelah puas mengitari perumahan, Elang mengajak Realita untuk melanjutkan obrolan di kantornya.
Elang sendiri merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan H. Enceh (55) dan Hj. Prianti (45). Elang terlahir dari keluarga yang lumayan berada, yaitu ayahnya berprofesi sebagai kontraktor, sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Sejak kecil orang tuanya sudah mengajarkan bahwa segala sesuatu diperoleh tidak dengan gratis. Orang tuanya juga meyakinkan bahwa rezeki itu bukan berasal dari mereka tapi dari Allah SWT..
Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar Pengadilan 4, Bogor, Elang sudah mengikuti berbagai perlombaan dan bahkan ia pernah mengalahkan anak SMP saat lomba cerdas cermat. Karena kepintarannya itu, Elang pun menjadi anak kesayangan guru-gurunya.
Begitu pula ketika masuk SMP I Bogor, SMP terfavorit di kabupaten Bogor, Elang selalu mendapatkan rangking. Pria kelahiran Bogor, 6 April 1985 ini mengaku kesuksesan yang ia raih saat ini bukanlah sesuatu yang instan. “Butuh proses dan kesabaran untuk mendapatkan semua ini, tidak ada sesuatu yang bisa dicapai secara instan,” tegasnya. Jiwawirausaha Elang sendiri mulai terasah saat ia duduk di bangku kelas 3 SMA I Bogor, Jawa Barat. Dalam hati, Elang bertekad setelah lulus SMA nanti ia harus bisa membiayai kuliahnya sendiri tanpa menggantungkan biaya kuliah dari orang tuanya. Ia
pun mempunyai target setelah lulus SMA harus mendapatkan uang Rp 10 juta untuk modal kuliahnya kelak.
Berjualan Donat. Akhirnya, tanpa sepengetahuan orang tuanya, Elang mulai berbisnis kecil-kecilan dengan cara berjualan donat keliling. Setiap hari ia mengambil 10 boks donat masing-masing berisi 12 buah dari pabrik donat untuk kemudian dijajakan ke Sekolah Dasar di Bogor. Ternyata lumayan juga. Dari hasil jualannya ini, setiap hari Elang bisa meraup keuntungan Rp 50 ribu. Setelah berjalan beberapa bulan, rupanya kegiatan sembunyi-sembunyiny a ini tercium juga oleh orang tuanya. “Karena sudah dekat UAN (Ujian Akhir Nasional), orang tua menyuruh saya untuk berhenti berjualan donat. Mereka khawatir kalau kegiatan saya ini mengganggu ujian akhir,” jelas pria pemenang lomba bahasa sunda tahun 2000 se-kabupaten Bogor ini.
Dilarang berjualan donat, Elang justru tertantang untuk mencari uang dengan cara lain yang tidak mengganggu sekolahnya. Pada tahun 2003 ketika Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengadakan lomba Java Economic Competion se-Jawa, Elang mengikutinya dan berhasil menjuarainya. Begitu pula saat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan kompetisi Ekonomi, Elang juga berhasil menjadi juara ke-tiga. Hadiah uang yang diperoleh dari setiap perlombaan, ia kumpulkan untuk kemudian digunakan sebagai modal kuliah.
Setelah lulus SMU, Elang melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi IPB (Institut Pertanian Bogor). Elang sendiri masuk IPB tanpa melalui tes SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru, red) sebagaimana calon mahasiswa yang akan masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Ini dikarenakan Elang pernah menjuarai kompetisi ekonomi yang diadakan oleh IPB sehingga bisa masuk tanpa tes. Saat awal-awal masuk kuliah, Elang mendapat musibah yang menyebabkan uang Rp 10 jutanya tinggal Rp 1 juta. Namun Elang enggan memberitahu apa musibah yang dialaminya tersebut.
Padahal uang itu rencananya akan digunakan sebagai modal usaha. Meski hanya bermodal Rp 1 juta, Elang tidak patah semangat untuk memulai usaha. Uang Rp 1 juta itu ia belanjakan sepatu lalu ia jual di Asrama Mahasiswa IPB. Lewat usaha ini, dalam satu bulan Elang bisa mengantongi uang Rp 3 jutaan. Tapi setelah berjalan beberapa tahun, orang yang menyuplai sepatunya entah kenapa mulai menguranginya dengan cara menurunkan kualitas sepatunya. Satu per satu pelanggannya pun tidak mau lagi membeli sepatu Elang. Sejak itu, Elang memutuskan untuk tidak lagi berjualan sepatu.
Setelah tidak lagi berbisnis sepatu, Elang kebingungan mencari bisnis apalagi. Pada awalnya, dengan sisa modal uang bisnis sepatu, rencanaya ia akan gunakan untuk bisnis ayam potong. Tapi, ketika akan terjun ke bisnis ayam potong, Elang justru melihat peluang bisnis pengadaan lampu di kampusnya. “Peluang bisnis lampu ini berawal ketika saya melihat banyak lampu di IPB yang redup. Saya fikir ini adalah peluang bisnis yang menggiurkan,”paparnya. Karena tidak punya modal banyak, Elang menggunakan strategi Ario Winarsis, yaitu bisnis tanpa menggunakan modal. Ario Winarsis sendiri awalnya adalah seorang pemuda miskin dari Amerika Latin, Ario Winarsis mengetahui ada seorang pengusaha tembakau yang kaya raya di Amerika. Setiap hari, ketika pengusaha itu keluar rumah, Ario Winarsis selalu melambaikan tangan ke pengusaha itu. Pada awalnya pengusaha itu tidak memperdulikannya. Tapi karena Ario selalu melambaikan tangan setiap hari, pengusaha tembakau itu menemuinya dan mengatakan, “Hai pemuda, kenapa kamu selalu melambaikan tangan setiap saya ke luar rumah?” Pemuda miskin itu lalu menjawab, “Saya punya tembakau kualitas bagus. Bapak tidak usah membayar dulu, yang penting saya dapat PO dulu dari Bapak.” Setelah mendengar jawaban dari pemuda itu, pengusaha kaya itu lalu membuatkan tanda tangan dan stempel kepada pemuda tersebut. Dengan modal stempel dan tanda tangan dari pengusaha Amerika itu, pemuda tersebut pulang dan mengumpulkan hasil tembakau di kampungnya untuk di jual ke Amerika lewat si pengusaha kaya raya itu. Maka, jadilah pemuda itu orang kaya raya tanpa modal.
Begitupula Elang, dengan modal surat dari kampus, ia melobi ke perusahaan lampu Philips pusat untuk menyetok lampu di kampusnya. “Alhamdulillah proposal saya gol, dan setiap penjualan saya mendapat keuntungan Rp 15 juta,” ucapnya bangga.
Tapi, karena bisnis lampu ini musiman dan perputaran uangnya lambat, Elang mulai berfikir untuk mencari bisnis yang lain. Setelah melihat celah di bisnis minyak goreng, Elang mulai menekuni jualan minyak goreng ke warung-warung. Setiap pagi sebelum berangkat kuliah, ia harus membersihkan puluhan jerigen, kemudian diisi minyak goreng curah, dan dikirim ke warung-warung Pasar Anyar, serta Cimanggu, Bogor. Setelah selesai mengirim minyak goreng, ia kembali ke kampus untuk kuliah. Sepulang kuliah, Elang kembali mengambil jerigen-jerigen di warung untuk diisi kembali keesokan harinya. Tapi, karena bisnis minyak ini 80 persen menggunakan otot, sehingga mengganggu kuliahnya. Elang pun memutuskan untuk berhenti berjualan. “Saya sering ketiduran di kelas karena kecapain,” kisahnya.
Elang mengaku selama ini ia berbisnis lebih banyak menggunakan otot dari pada otak. Elang berkonsultasi ke beberapa para pengusaha dan dosennya untuk minta wejangan. Dari hasil konsultasi, Elang mendapat pencerahan bahwa berbisnis tidak harus selalu memakai otot, dan banyak peluang-peluang bisnis yang tidak menggunakan otot.
Setelah mendapat berbagai masukan, Elang mulai merintis bisnis Lembaga Bahasa Inggris di kampusnya. “Bisnis bahasa Inggris ini sangat prospektif apalagi di kampus, karena ke depan dunia semakin global dan mau tidak mau kita dituntut untuk bisa bahasa Inggris,” jelasnya. Adapun modalnya, ia patungan bersama kawan-kawannya. Sebenarnya ia bisa membiayai usaha itu sendiri, tapi karena pegalaman saat jualan minyak, ia memutuskan untuk mengajak teman-temannya. Karena lembaga kursusnyanya ditangani secara profesional dengan tenaga pengajar dari lulusan luar negeri, pihak Fakultas Ekonomi mempercayakan lembaganya itu menjadi mitra.
Karena dalam bisnis lembaga bahasa Inggris Elang tidak terlibat langsung dan hanya mengawasi saja, ia manfaatkan waktu luangnya untuk bekerja sebagai marketing perumahan. “Saya di marketing tidak mendapat gaji bulanan, saya hanya mendapatkan komisi setiap mendapat konsumen,” ujarnya.
Bangun Rumah Orang Miskin. Di usianya yang relatif muda, pemuda yang tak suka merokok ini sudah menuai berbagai keberhasilan. Dari hasil usahanya itu Elang sudah mempunyai rumah dan mobil sendiri. Namun di balik keberhasilannya itu, Elang merasa ada sesuatu yang kurang. Sejak saat itu ia mulai merenungi kondisinya. “Kenapa kondisi saya begini, padahal saya di IPB hanya tinggal satu setengah tahun lagi. Semuanya saya sudah punya, apalagi yang saya cari di dunia ini?” batinnya.
Setelah lama merenungi ketidaktenangannya itu, akhirnya Elang mendapatkan jawaban. Ternyata selama ini ia kurang bersyukur kepada Tuhan. Sejak saat itulah Elang mulai mensyukuri segala kenikmatan dan kemudahan yang diberikan oleh Tuhan. Karena bingung mau bisnis apalagi, akhirnya Elang shalat istikharah minta ditunjukkan jalan. “Setelah shalat istikharah, dalam tidur saya bermimpi melihat sebuah bangunan yang sangat megah dan indah di Manhattan City, lalu saya bertanya kepada orang, siapa sih yang membuat bangunan megah ini? Lalu orang itu menjawab, “Bukannya kamu yang membuat?” Setelah itu Elang terbangun dan merenungi maksud mimpi tersebut. “Saya pun kemudian memberanikan diri untuk masuk ke dunia properti,” ujarnya.
Pengalaman bekerja di marketing perumahan membuatnya mempunyai pengetahuan di dunia properti. Sejak mimpi itu ia mulai mencoba-coba ikut berbagai tender. Tender pertama yang ia menangi Rp 162 juta di Jakarta yaitu membangun sebuah Sekolah Dasar di daerah Jakarta Barat. Sukses menangani sekolah membuat Elang percaya diri untuk mengikuti tender-tender yang lebih besar. Sudah berbagai proyek perumahan ia bangun.
Selama ini bisnis properti kebanyakan ditujukan hanya untuk orang-orang kaya atau berduit saja. Sedangkan perumahan yang sederhana dan murah yang terjangkau untuk orang miskin jarang sekali pengembang yang peduli. Padahal di Indonesia ada 70 juta rakyat yang masih belum memiliki rumah. Apalagi rumah juga merupakan kebutuhan yang sangat primer. Sebagai tempat berteduh dan membangun keluarga. “Banyak orang di Indonesia terutama yang tinggal di kota belum punya rumah, padahal mereka sudah berumur 60 tahun, biasanya kendala mereka karena DP yang kemahalan, cicilan kemahalan, jadi sampai sekarang mereka belum berani untuk memiliki rumah,” jelasnya.
Dalam hidupnya, Elang ingin memiliki keseimbangan dalam hidup. Bagi Elang, kalau mau kenal orang maka kenalilah 10 orang terkaya di Indonesia dan juga kenal 10 orang termiskin di Indonesia. Dengan kenal 10 orang termiskin dan terkaya, akan mempunyai keseimbangan dalam hidup, dan pasti akan melakukan sesuatu untuk mereka. Melihat realitas sosial seperti itu, Elang terdorong untuk mendirikan perumahan khusus untuk orang-orang ekonomi ke bawah. Maka ketika ada peluang mengakuisisi satu tanah di desa Cinangka kecamatan Ciampea, Elang langsung mengambil peluang itu. Tapi, karena Elang tidak punya banyak modal, ia mengajak teman-temannya yang berjumlah 5 orang untuk patungan. Dengan modal patungan Rp 340 juta, pada tahun 2007 Elang mulai membangun rumah sehat sederhana (RSS) yang difokuskan untuk si miskin berpenghasilan rendah. Dari penjualan rumah yang sedikit demi sedikit itu. Modalnya Elang putar kembali untuk membebaskan lahan di sekitarnya. Rumah bercat kuning pun satu demi satu mulai berdiri.
Elang membangun rumah dengan berbagai tipe, ada tipe 22/60 dan juga tipe 36/72. Rumah-rumah yang berdiri di atas lahan 60 meter persegi tersebut ditawarkan hanya seharga Rp 25 juta dan Rp 37 juta per unitnya. “Jadi, hanya dengan DP Rp 1,25 juta dan cicilan Rp 90.000 ribu per bulan selama 15 tahun, mereka sudah bisa memiliki rumah,” ungkapnya.
Karena modalnya pas-pasan, untuk media promosinya sendiri, Elang hanya mengiklankan di koran lokal. Karena harganya yang relatif murah, pada tahap awal pembangunan langsung terjual habis. Meski harganya murah, tapi fasilitas pendukung di dalamnya sangat komplit, seperti Klinik 24 jam, angkot 24 jam, rumah ibadah, sekolah, lapangan olah raga, dan juga dekat dengan pasar. Karena rumah itu diperuntukkan bagi kalangan ekonomi bawah, kebanyakan para profesi konsumennya adalah buruh pabrik, staf tata usaha (TU) IPB, bahkan ada juga para pemulung.
Sisihkan 10 Persen. Dengan berbagai kesuksesan di usia muda itu, Elang tidak lupa diri dengan hidup bermewah-mewahan, justru Elang semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Salah satu wujud rasa syukur atas nikmatnya itu, dalam setiap proyeknya, ia selalu menyisihkan 10 persen untuk kegiatan amal. “Uang yang 10 persen itu saya masukkan ke BMT (Baitul Mal Wa Tanwil/tabungan) pribadi, dan saya alokasikan untuk membantu orang-orang miskin dan orang yang kurang modal,” bebernya. Bagi Elang, materi yang saat ini ia miliki ada hak orang miskin di dalamnya yang musti dibagi. Selain menyisihkan 10 persen dari hasil proyeknya, Elang juga memberikan sedekah mingguan, bulanan, dan bahkan tahunan kepada fakir miskin.
Bagi Elang, sedekah itu tidak perlu banyak tapi yang paling penting adalah kontinuitas dari sedekah tersebut. Meski jumlahnya kecil, tapi jika dilakukan secara rutin, itu lebih baik daripada banyak tapi tidak rutin.
Elang sendiri terbilang sebagai salah satu sosok pengusaha muda yang sukses dalam merintis bisnis di tanah air. Prestasinya patut diapresiasi dan dijadikan suri tauladan bagi anak-anak muda yang lain. Bagi Elang, semua anak muda Indonesia bisa menjadi orang yang sukses, karena kelebihan manusia dengan ciptaan mahkluk Tuhan yang lain adalah karena manusia diberi akal. Dan, ketika manusia lahir ke dunia dan sudah bisa mulai berfikir, manusia itu seharusnya sudah bisa mengarahkan hidupnya mau dibawa kemana. “Kita hidup ibarat diberi diary kosong. Lalu, tergantung kitanya mau mengisi catatan hidup ini. Mau hura-hurakah? Atau mau mengisi hidup ini dengan sesuatu yang bermanfaat bagi yang lain,” ucapnya berfilosof. Ketika seseorang sudah bisa menetapkan arah hidupnya mau dibawa kemana, tinggal orang itu mencari kunci-kunci kesuksesannya, seperti ilmu dan lain sebagainya.
Menjaga Masjid. Adapun kunci kesuksesan Elang sendiri berawal dari perubahan gaya hidupnya saat kuliah semester lima. Pada siang hari, Elang bak singa padang pasir. Selain kuliah, ia juga menjalankan bisnis mencari peluang-peluang bisnis baru, negosiasi, melobi, dan sebagainya. Namun ketika malam tiba, ia harus menjadi pelayan Tuhan, dengan menjadi penjaga Masjid. “Setiap malam dari semester lima sampai sekarang saya tinggal di Masjid yang berada dekat terminal Bogor. Dari mulai membersihkan Masjid, sampai mengunci, dan membukakan pintu pagar untuk orang-orang yang akan shalat subuh, semua saya lakukan,” ujarnya merendah.
Elang mengaku ketika menjadi penjaga Masjid ia mendapat kekuatan pemikiran yang luar biasa. Bagi Elang, Masjid selain sebagai sarana ibadah, juga tempat yang sangat mustajab untuk merenung dan memasang strategi. “Dalam halaman masjid itu juga ada pohon pisang dan di sampingnya gundukan tanah. Saya anggap itu adalah kuburan saya. Ketika saya punya masalah saya merenung kembali dan kata Nabi, orang yang paling cerdas adalah orang yang mengingat mati,” ujarnya.
Ikut Lomba Wirausaha Muda Mandiri Karena Tukang Koran “Ghaib” Elang semakin dikenal khalayak luas ketika berhasil menjadi juara pertama di ajang lomba wirausaha muda mandiri yang diadakan oleh sebuah bank belum lama ini. Keikutsertaan Elang dalam lomba tersebut sebenarnya berkat informasi dari koran yang ia dapatkan lewat tukang koran “ghaib”. Kenapa “ghaib”?, sebab setelah memberi koran, tukang koran itu tidak pernah kembali lagi padahal sebelumnya ia berjanji untuk kembali lagi.
Peristiwa aneh itu terjadi saat ia sedang mencuci mobil di depan rumahnya. Tiba-tiba saja ada tukang koran yang menawarkan koran. Karena sudah langganan koran, Elang pun menolak tawaran tukang koran itu dengan mengatakan kalau ia sudah berlangganan koran. Tapi anehnya musti sudah mengatakan demikian, si tukang koran itu tetap memaksa untuk membelinya, karena elang tidak mau akhirnya si tukang koran itu memberikan dengan cuma-cuma kepada elang dan berjanji akan kembali lagi keesokan harinya. Karena diberi secara cuma-cuma, akhirnya Elang pun mau menerimanya.
Setelah selesai mencuci mobil, Elang langsung menyambar koran pemberian tukang koran tadi. Setelah membaca beberapa lembar, Elang menemukan satu pengumuman lomba wirausaha muda mandiri. Merasa sebagai anak muda, ia tertantang untuk mengikuti lomba tersebut. Elang pun membawa misi bahwa wirausaha bukan teori melainkan ilmu aplikatif. Saat lolos penjaringan dan dikumpulkan di Hotel Nikko Jakarta, Elang bertemu dengan seorang Bapak yang anaknya sedang sakit keras di pinggir jalan bundaran Hotel Indonesia. Elang merasa ada dua dunia yang sangat kontras, di satu sisi ada orang tinggal di hotel mewah dan makan di restoran, tapi di sisi lain ada orang yang tinggal di jalanan. Akhirnya, pada malam penganugerahan, tim juri memutuskan Elanglah yang menjadi juaranya. Padahal kalau diukur secara omset,
pendapatannya berbeda jauh dengan para pengusaha lainnya.
Dari Juara I Wirausaha itu, Elang membawa hadiah sebesar Rp 20 juta, ditambah tawaran kuliah S2 di Universitas Indonesia. Melalui lomba itu, terbukalah jalan cerah bagi Elang untuk menapaki dunia wirausaha yang lebih luas.
Perjalanan Elang dalam merintis bisnis properti, tidak selamanya berjalan \mulus. Pada awal-awal merintis bisnis ini, ia banyak sekali mengalami hambatan, terutama ketika akan meminjam modal dari Bank. Sebagai mahasiswa biasa, tentunya perbankan merasa enggan untuk memberikan modal. Padahal, prospek bisnis properti sangat jelas karena setiap orang pasti membutuhkan rumah. “Beginilah jadi nasib orang muda, susah orang percaya. Apalagi perbankan. Orang bank bilang lebih baik memberikan ke tukang gorengan daripada ke mahasiswa,” ungkapnya.
Meski sering ditolak bank pada awal-awal usahanya, Elang tidak pernah patah semangat untuk berbisnis. Baginya, kalau bank tidak mau memberi pinjaman, masih banyak orang yang percaya dengan anak muda yang mau memberi pinjaman. Terbukti dengan hasil jerih payahnya selama ini sehingga bisa berjalan.
Ada banyak impian yang ingin diraih Elang, di antaranya membentuk organisasi Maestro Muda Indonesia dan membawahi perusahaan yang mempekerjakan karyawan
100 ribu orang. Motivasi terbesar Elang dalam meraih impian tersebut adalah ingin menjadi tauladan bagi generasi muda, membantu masyarakat sekitar, dan meraih kemuliaan dunia serta akhirat.